Siapkan stamina saat bertandang ke Kampung Naga. Pengunjung harus menapaki ratusan anak tangga. Namun, semua itu terbayar dengan panorama sawah terhampar. Di ujung sana, rumah-rumah beratap sejenis alang-alang tampak memesona. Pemandangan khas pedesaan yang sudah langka jika Anda sehari-hari hidup di kota besar.
Kampung Naga terletak di Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Tak sekedar panorama yang cantik, budaya yang selaras dengan alam masih dijalani dengan kental oleh masyarakat setempat. Aura magis pun sangat terasa di kampung ini. Jadi, jangan sekedar melihat-lihat atau berfoto-foto, cobalah berinteraksi langsung dengan masyarakat setempat.
"Warga sini menerima pengunjung yang mau belajar budaya kami. Kami pun ingin belajar budaya orang yang datang. Kami bukan desa wisata yang orang datang untuk menonton kami. Kampung Naga adalah desa adat, tempat belajar budaya leluhur kami," jelas Entang panjang lebar.
Aki Entang, begitu sapaan akrab untuknya, adalah warga asli Kampung Naga dan ditunjuk sebagai pemandu bagi pengunjung yang mampir ke Kampung Naga. Menurutnya, selama bertahun-tahun, pengunjung yang datang selalu dipandu langsung oleh masyarakat setempat.
Kampung Naga terdiri dari 113 bangunan dengan 110 rumah. Ada sekitar 108 kepala keluarga di Kampung Naga. Menurut Aki Entang, sejak dahulu, jumlah bangunan hanya sebanyak itu. Kawasan Kampung Naga yang inti hanya seluas satu setengah hektar.
Uniknya semua bangunan menggunakan kayu dan atap dari alang-alang. Di luar kawasan satu setengah hektar tersebut, rumah-rumah diperkenankan dibangun seperti rumah modern dengan seng dan batu bata.
Kearifan lokal juga tercermin dari rumah-rumah tersebut. Rumah yang terbuat dari kayu dan dinding bambu tersebut tahan gempa. Saat terjadi gempa di Tasikmalaya beberapa tahun silam, bangunan di Kampung Naga utuh berdiri.
Saat mampir ke kampung ini, mintalah izin untuk masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah pun sama uniknya. Dapur yang berada di bagian depan, bersebelahan dengan ruang tamu. Setiap tata letaknya pun berfilosifis.
Misalnya ruang tamu yang lapang tanpa kursi, menandakan bahwa semua orang duduk sejajar. Letak antara rumah yang saling berhadapan pun punya maksud sendiri. Aki Entang menjelaskan hal ini berarti agar sesama tetangga saling menjaga dan saling membantu.
Ini baru berbicara sebagian dari arsitektur rumah dan bangunan di Kampung Naga. Tak cukup kunjungan sehari untuk membicarakan filosifi adat Kampung Naga yang dijalankan secara turun temurun dan melekat di hati masing-masing warganya.
Lalu berapa umur Kampung Naga? Tak ada yang tahu pasti. Kampung ini diperkirakan berusia sudah beratus-ratusan tahun. Namun, tradisi begitu kental terjaga. Sampai saat ini, Kampung Naga tak dialiri listrik. Bukan karena tak mendapat jatah dari PLN, tetapi sengaja tak mau dialiri listrik.
Pengunjung yang datang juga dapat melihat secara langsung proses pembuatan beberapa kerajinan tangan dari bambu dan batok kelapa, seperti angklung, camping, sampai aneka wadah. Jangan lupa membeli hasil karya masyarakat setempat.
Di bagian depan saat akan masuk ke Kampung Naga, terdapat kolam ikan.
Warga sini menerima pengunjung yang mau
belajar budaya kami. Kami pun ingin belajar budaya orang yang datang.
Kami bukan desa wisata yang orang datang untuk menonton kami. Kampung
Naga adalah desa adat, tempat belajar budaya leluhur kami
Pengunjung pun dapat melihat langsung proses menumbuk padi dengan lesung dan alu. Atau, coba sendiri sensasi menumbuk padi dengan cara tradisional. Buktikan sejauh mana kekuatan Anda. Jangan lewatkan pula kesempatan membeli beras di Kampung Naga. Tentu saja beras yang dihasilkan adalah beras organik.
Akses
Sangat mudah mencapai lokasi Kampung Naga. Dari Jakarta, lebih mudah dicapai melalui Garut. Walaupun Kampung Naga secara administratif berada di Tasikmalaya. Jika menggunakan transportasi umum, dari Jakarta bisa naik bus jurusan Singaparna. Di terminal Kampung Rambutan, pilihan bus adalah bus Karunia Bakti.
Dari pusat kota Garut, perjalanan darat ditempuh sekitar satu jam melewati jalan berkelok dan menanjak khas pegunungan. Arahkan perjalanan menuju Singaparna. Lalu turun di jalan raya yang menghubungkan Garut dan Tasikmalaya. Cukup bilang ke supir untuk diturunkan di Kampung Naga.
Di area parkir, warung-warung menyambut pengunjung. Sebagai penanda, Tugu Kujang gagah berdiri. Ini bukan sembarang tugu. Tugu setinggi sekitar tiga meter itu memang benar-benar sebuah kujang atau senjata khas masyarakat Sunda yang raksasa.
Tak sekedar sebagai warisan budaya Sunda, Kujang tersebut terbuat dari hasil leburan senjata-senjata pusaka dari 900 kerajaan nusantara. Aki Entang menuturkan perlu sekitar 40 hari untuk membuat kujang raksasa tersebut.
Dari area parkir inilah baru pengunjung harus berjalan kaki melalui tangga berbatu yang menurun ke Kampung Naga. Jalan kaki sekitar 20 menit. Bila lelah, Anda bisa mampir untuk minum kelapa muda atau makan gorengan di warung-warung yang terdapat di tepi tangga batu. Kelar melepas dahaga, lanjutkan perjalanan menikmati panorama sawah dan kemagisan Kampung Naga.
inilah laporan perjalanan yang terhimpun oleh tim liputan kami
pagi hari ini udara sangat mendukung, kami dengan penuh suka cita ber kumpul di jalan dekat sekolah kami untukberangkat bersama guru-guru kami melakukan kegiatan Tour selama tiga hari dua malam dengan lokasi tujuan Kampung Naga,Pantai pangandaran,dan gren canyon indonesia.
mengunakan 3 buah Bis, kami mulai berangkat dari jalan Bango disertai guru pembimbing dan kakak- kakak dari PANA TOUR & TRAVEL.
inilah suasana saat kami akan berangkat :
semoga pengalamaan menarik lainya..dapat kamu rasakan,,,bersama PANATOUR...
INFO :
TEMPAT SERVIS CAMERA TERPERCAYA
PUSAT SERVIS CAMERA BEKASI Telp 08777 5678 212
Sejarah/asal
usul Kampung Naga menurut salah satu versi nya bermula pada masa
kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dengan
koordinat Latitude -7.363722 dan Longitude 107.994425 , seorang abdinya
yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke
sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang
menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di
tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah
Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus
bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia
harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.
Nenek moyang Kampung Naga yang paling berpengaruh dan berperan bagi
masyarakat Kampung Naga "Sa Naga" yaitu Eyang Singaparana atau Sembah
Dalem Singaparana yang disebut lagi dengan Eyang Galunggung, dimakamkan
di sebelah Barat Kampung Naga. Makam ini dianggap oleh masyarakat
Kampung Naga sebagai makam keramat yang selalu diziarahi pada saat
diadakan upacara adat bagi semua keturunannya.
Namun kapan Eyang Singaparana meninggal, tidak diperoleh data yang
pasti bahkan tidak seorang pun warga Kampung Naga yang mengetahuinya.
Menurut kepercayaan yang mereka warisi secara turun temurun, nenek
moyang masyarakat Kampung Naga tidak meninggal dunia melainkan raib
tanpa meninggalkan jasad. Dan di tempat itulah masyarakat Kampung Naga
menganggapnya sebagai makam, dengan memberikan tanda atau petunjuk
kepada keturunan Masyarakat Kampung Naga.
Ada sejumlah nama para leluhur masyarakat Kampung Naga yang
dihormati seperti: Pangeran Kudratullah, dimakamkan di Gadog Kabupaten
Garut, seorang yang dipandang sangat menguasai pengetahuan Agama Islam.
Raden Kagok Katalayah Nu Lencing Sang Seda Sakti, dimakamkan di Taraju,
Kabupaten Tasikmalaya yang mengusai ilmu kekebalan "kewedukan". Ratu
Ineng Kudratullah atau disebut Eyang Mudik Batara Karang, dimakamkan di
Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, menguasai ilmu kekuatan fisik
"kabedasan". Pangeran Mangkubawang, dimakamkan di Mataram Yogyakarta
menguasai ilmu kepandaian yang bersifat kedunawian atau kekayaan. Sunan
Gunungjati Kalijaga, dimakamkan di Cirebon menguasai ilmu pengetahuan
mengenai bidang pertanian.
Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari,
Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Lokasi
Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut
dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan
batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan
keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat
Kampung Naga. Di sebelah Selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk,
dan di sebelah Utara dan Timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber
airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari
Kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan
dari Kota Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari
arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah
ditembok (Sunda sengked) sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan
sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melalui
jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai ke dalam Kampung Naga.
Lokasi: Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.Koordinat : -7.363722 S, 107.994425 E
Telepon: (0265) 330165
- See more at: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=29#sthash.yGIAnUKS.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar